Rabu, 15 Agustus 2012

Hidup Dan Bersinarnya Hati Adalah Modal Segala Kebaikan dan Mati Serta Gelapnya Hati Adalah Modal Segala Keburukan


Dasar segala kebaikan dan kebahagiaan hamba, bahkan setiap makhluk hidup adalah kesempurnaan hidup dan cahayanya. Hidup dan cahaya adalah modal segala kebaikan.
Allah befirman,
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).
Allah menghimpun dua dasar fundamental: Kehidupan dan cahaya. Hidup akan melahirkan kekuatan; kekuatan pendengaran, penglihatan, malu, 'iffah (menahan diri dari yang diharamkan), keberanian, kesabaran dan segenap akhlak mulia lainnya. Juga ia akan melahirkan kecintaan pada kebaikan dan benci keburukan. Semakin kuat hidup seseorang semakin kuat pula sifat-sifat di atas. Sebaliknya, jika hidupnya lemah maka lemah pula sifat-sifat itu pada dirinya. Tingkat malunya dari berba-gai keburukan adalah sebanding dengan kehidupan yang ada pada diri-nya. Hati yang sehat dan hidup secara naluriah akan lari dan membenci jika disodorkan padanya berbagai keburukan, ia tidak akan menoleh sedikit pun padanya. Ini tentu berbeda dengan hati yang mati, ia tidak bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Dalam hal ini Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Binasalah orang yang dengan hatinya tidak mengetahui kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran."
Demikian pula hati yang mengidap penyakit syahwat, karena ke-lemahannya ia condong pada apa yang disodorkan padanya, dan itu tergantung stadium penyakit yang dideritanya.
Jika cahaya dan sinar hati kuat maka terbukalah baginya pengetahu-an dan hakikatnya. Tampaklah baginya kebaikan sebagai kebaikan, ka-rena cahayanya lalu ia mengedepankannya dalam kehidupan. Demikian pula dengan keburukan, ia akan tampak buruk baginya. Tentang dua dasar fundamental ini, Allah telah menyebutkannya dalam banyak ayat, di antaranya,
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Asy-Syura: 52).
Dia menghimpunkan antara ruh yang menghasilkan kehidupan dengan cahaya yang menghasilkan sinar dan pancaran. Ia juga mengabar-kan bahwa Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam mengandung dua hal: Ruh yang dengannya hati menjadi hidup dan cahaya yang dengannya didapatkan penerangan dan pancaran, sebagaimana firman Allah,
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan padanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).

Artinya, apakah orang kafir yang hatinya mati, tenggelam dalam gelapnya kebodohan, lalu Kami tunjuki jalan kebenaran, Kami beri taufiq pada keimanan dan Kami jadikan hatinya hidup setelah ia mati, ber-cahaya dan memancar setelah kegelapannya? Dia menjadikan orang kafir -karena membelot dari ketaatan, karena kebodohannya tentang Allah, tauhid dan syariat agama-Nya, serta tidak berusaha mendapatkan ridha-Nya, juga tidak beramal demi keselamatan dan kebahagiaannya-seumpama mayit yang tidak memberi manfaat sedikit pun pada dirinya, tidak pula menolak apa yang dibencinya, lalu ia Kami beri petunjuk ke-pada Islam dan Kami hidupkan dia dengannya, sehingga ia mengetahui apa yang berbahaya dan bermanfaat untuk dirinya, lalu berusaha meng-hindar dari kemurkaan dan siksa Allah, ia dapat melihat kebenaran sete-lah sebelumnya buta tentangnya, dapat mengetahuinya setelah dahulu-nya bodoh, mengikutinya setelah dahulunya berpaling daripadanya, ia akhirnya mendapat cahaya dan sinar yang menerangi dirinya, sehingga ia berjalan dengan cahayanya di tengah-tengah masyarakat manusia, sedang mereka masih dalam pekatnya kegelapan. Seperti dikatakan dalam syair,
"Malamku karena wajahmu tampak bercahaya, sedang gelapnya malam di tengah manusia masih terns menyelimuti.
Orang-orang masih dalam gelap pekatnya malam, sedang kita berada di bawah cahaya siang."
Karena itu Allah melukiskan perumpamaan air dan api untuk wahyu dan hamba-Nya.
Perumpamaan air dan api bagi wahyu adalah sebagaimana firman Allah,
"Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap dibumi. Demikianlah Allah membuat perum-pamaan-perumpamaan." (Ar-Ra'd: 17).
Allah mengumpamakan wahyu-Nya dengan air karena dengannya didapatkan kehidupan dan dengan api karena dengannya didapatkan ca-haya dan pancaran. Allah mengabarkan bahwa air mengalir di lembah-lembah sesuai ukurannya. Lembah luas akan menampung air yang ba-nyak dan lembah sempit hanya menampung air yang sedikit pula. Lalu Allah mengumpamakan apa yang dikandung hati dari berbagai syubhat dan syahwat karena kerancuannya menyikapi wahyu dengan buih yang dibawa oleh air, dan mengumpamakan kebatilan berbagai syubhat itu karena tak adanya ilmu bermanfaat di dalam hati dengan buih yang hi-lang serta yang dilemparkan oleh lembah, dan hanya air yang bermanfa-atlah yang tetap mengendap di dalamnya. Demikian pula dengan per-umpamaan selanjutnya, akan hilang sesuatu yang jelek dari mutiara itu dan yang murni daripadanya akan tetap tinggal.
Adapun perumpamaan dua hal di atas bagi hamba maka sebagai-mana disebutkan dalam surat Al-Baqarah,
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang benar)." (Al-Baqarah: 17-18).
Ini adalah perumpamaan dengan api. Selanjutnya Allah befirman,
"Atau sepertt (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit di-sertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati." (Al-Baqarah: 19).
Ini adalah perumpamaan dengan air.

Kami telah menjelaskan tentang rahasia-rahasia dua perumpamaan ini berikut sebagian hukum-hukum yang dikandungnya dalam kitab Al-Ma'alim dan lainnya.*'
Maksudnya, kebaikan hati, kebahagiaan dan kemenangannya ter-gantung pada dua hal pokok tersebut
Allah befirman,
"Al-Qur'an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya)." (Yasin: 69-70).
Allah memberitahukan bahwa mengambil manfaat dari Al-Qur'an berikut peringatannya hanyalah bisa diperoleh orang yang hatinya hidup. Seperti disebutkan pula dalam ayat lain,
"Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang yang memiliki hati." (Qaaf: 37).
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan rasul, apabila rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepadamu." (Al-Anfal: 24).
Allah mengabarkan bahwa kehidupan kita hanyalah dengan meme-nuhi apa yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik berupa ilmu maupun iman. Dari sini diketahui, mati dan binasanya hati adalah de-ngan hilangnya hal tersebut.
Allah menyamakan orang yang tidak memenuhi seruan Rasul-Nya dengan para penghuni kubur. Ini adalah sebaik-baik perumpamaan. Sesungguhnya, tubuh-tubuh mereka adalah kuburan bagi hati mereka. Hati mereka telah mati dan dikubur dalam tubuh-tubuh mereka.

*) Dalam kitab Ijtima'ul Juyusy Al-Islamiyah terdapat keterangan yang sangat baik tentang dua perumpamaan ini.


Allah befirman,
"Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar." (Faathir: 22).
Sungguh sangat tepat apa yang diungkapkan seorang penyair,
"Dan dalam kebodohan, sebelum kematian adalah kematian bagi pemiliknya.
Jasad-jasad mereka, sebelum kuburan adalah kuburan.
Ruh-ruh mereka berada dalam kebuasan tubuh-tubuh mereka dan mereka tidak memiliki kebangkitan, meskipun pada saat Hari Kebangkitan."
Karena itu Allah menjadikan wahyu yang disampaikan-Nya kepada para nabi sebagai ruh, seperti dalam firman-Nya,
"la menyampaikan ruh (wahyu) atas perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya." (Al-Mu'min: 15).
Dan itu terdapat dalam dua tempat dalam Kitab-Nya.*' Dan Allah befirman,
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami." (Asy-Syuura: 52).
Sebab kehidupan segenap ruh dan hati adalah dengan wahyu itu dan kehidupan yang baik inilah kehidupan yang diberikan Allah secara khusus kepada orang yang mau menerima wahyu-Nya, serta mengamal-kannya.
Allah befirman,

*) Ayat yang lain yaitu pada surat An-Nahl, "Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya." (An-Nahl: 2).


"Siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perem-ption dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97).
Allah mengkhususkan mereka dengan kehidupan yang baik di kam-pung dunia dan akhirat. Dalam ayat senada Allah befirman,
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu mengerjakan yang demikian, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaan-nya." (Huud: 3).
Allah iuga befirman,
"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik~baik tempat bagi orang yang bertakwa." (An-Nahl: 30).
Allah menjelaskan bahwa kebaikan yang dilakukan orang yang ber-buat baik itu sungguh akan membahagiakannya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana Allah juga memberitahukan bahwa orang yang berbuat jahat akan sengsara dengan kejahatannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Allah befirman,

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkan-nya pada Hart Kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124).
Dan Allah menghimpun keduanya dalam firman-Nya,
"Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petun-juk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." (Al-An'am: 125).
Orang yang beriman dan memperoleh petunjuk akan mendapatkan kelapangan dan keluasan dada, sedang orang yang sesat akan sempit dan sesak dadanya.
Allah befirman,
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ?" (Az-Zumar: 22).
Orang-orang yang beriman berada dalam cahaya dan kelapangan dada, sedangkan orang-orang yang sesat berada dalam kegelapan dan kesempitan dada. Pada Bab Kebersihan Hati, insya Allah akan dibicarakan lebih luas. Maksudnya adalah, kehidupan dan bercahayanya hati meru-pakan modal bagi segala kebaikan, sedang kematian dan kegelapan hati merupakan modal bagi segala keburukan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar