Diriwayatkan dari Ali ra katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Pada akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akalnya. Mereka berkata-kata seolah-olah mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Quran tetapi tidak melepasi kerongkong mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembus binatang buruan. Apabila kamu bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka karena sesungguhnya, membunuh mereka ada pahalanya di sisi Allah pada Hari Kiamat. [HR. Bukhari dan Muslim]
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra katanya: Seorang laki-laki telah datang menemui Rasulullah saw di Ja’ranah setelah kembali dari Peperangan Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak dan Rasulullah saw mengambil darinya untuk dibagikan kepada orang-orang. Laki-laki yang datang itu berkata: “Wahai Muhammad! Kamu hendaklah berlaku adil!” Rasulullah saw bersabda: “Celakalah kamu! Siapa lagi yang lebih berlaku adil jika aku tidak adil? Pasti kamu yang rugi, jika aku tidak berlaku adil.” Umar bin al-Khaththab ra berkata: “Biarkan aku membunuh si munafiq ini, wahai Rasulullah!” Rasulullah saw bersabda: “Aku berlindung kepada Allah dari kata-kata manusia bahawa aku membunuh shahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya membaca al-Quran tetapi tidak melampaui kerongkong mereka (yaitu tidak mengambil manfaat dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekedar membacanya saja). Mereka menyudahi bacaan al-Quran sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. [HR. Bukhari dan Muslim]
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri ra katanya: Ali yang menjadi utusan di Yaman, mengirimkan emas yang belum diproses kepada Rasulullah saw lalu baginda membagikannya kepada empat atau beberapa orang yaitu al-Aqra’ bin Haabis, Uyainah bin Badr al-Fazari, Alqamah bin Ulasah al-Amiri, kemudian kepada seorang dari Bani Kilab yaitu Zaid al-Khair At-Tha’ie, juga kepada seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: “Engkau memberikannya kepada pemimpin-pemimpin Najd, tetapi meninggalkan kami (yaitu tidak memberikannya kepada kami)?” Rasulullah saw bersabda: “Aku melakukannya untuk membujuk hati mereka.” Setelah itu datang seorang laki-laki yang berjanggut tebal dan menonjol rahangnya. Kedua matanya cengkung dan dahinya menonjol keluar. Kepalanya juga botak yaitu seperti dicukur. Dia berkata: “Ittaqullah! Takutlah kepada Allah, wahai Muhammad!” Rasulullah saw bersabda: “Siapa lagi yang lebih taat kepada Allah jika aku mendurhakaiNya? Dia mempercayaiku atas penduduk bumi, dan engkau tidak mempercayaiku?” Lalu laki-laki itu pergi. Seorang di antara shahabat meminta izin untuk membunuh laki-laki tersebut. Ada yang mengatakan bahwa laki-laki yang meminta izin itu adalah Khalid bin al-Walid, tetapi Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di antara kaumku ini, ada orang-orang yang membaca al-Quran tetapi tidak melepasi kerongkong mereka (yaitu tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekadar membacanya saja). Mereka mampu membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala hidup. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. Jika sekiranya aku menemui mereka, pasti aku bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. [HR. Bukhari dan Muslim]
Hadits Sahl bin Hunaif ra: Diriwayatkan dari Yusair bin Amr katanya: Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif: “Adakah engkau pernah mendengar Nabi saw menceritakan tentang Khawarij?” Sahl menjawab: “Aku mendengarnya sambil menunjuk dengan tangannya ke arah timur. ‘Suatu golongan membaca al-Quran dengan lidah mereka, tetapi tidak sampai ke otak mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan.’” [HR. Bukhari dan Muslim]
Dari hadits-hadits di atas, kita dapat melihat bahwa Nabi telah memberitakan tentang akan munculnya suatu golongan yang kebanyakan mereka adalah kaum muda yang lemah aqal. Mereka berbicara seakan-akan mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Qur`an, tetapi tidak memahami maknanya. Mereka keluar dari agama Islam seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Memerangi mereka merupakan ibadah.
Saat ini, kita dapat melihat banyak pula anak-anak muda yang lemah aqalnya yang mengikuti suatu pengajian. Mereka memang rajin berpuasa, rajin shalat, rajin membaca al-Qur`an. Mereka merasa bahwa mereka adalah manusia yang terbaik, yaitu mereka menisbahkan diri mereka kepada salafush shalih, generasi terbaik ummat ini. Padahal banyak dari perbuatan mereka yang sangat menyelisihi perbuatan salafush shalih.
Mereka membaca al-Qur`an dan hadits, tetapi mereka tak paham maksud yang sebenarnya. Mereka berijtihad tanpa kaidah yang benar. Sehingga ketika telah lahir fatwa dari mereka, maka dengan mudahnya mereka menyebut orang yang berbeda pendapat dengan mereka sebagai ahlul bid’ah, musyrik, dan kafir.
Diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari ra katanya: Beliau mendengar Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang memanggil seseorang dengan kafir atau menyatakan musuh Allah, padahal sebenarnya tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali kepada dirinya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Imam Ahmad ibnu Hanbal menjelaskan bahwa termasuk musuh Allah itu adalah ahlul bid’ah. Imam Ahmad ibnu Hanbal berkata: “Kuburan ahli Sunnah pelaku dosa besar bagaikan taman sedangkan kubur ahli bid’ah biarpun ahli zuhud adalah jurang neraka!. Orang fasiq di kalangan ahli Sunnah termasuk wali-wali Allah sedang orang-orang zuhud dari kalangan ahli bid’ah adalah musuh-musuh Allah!” [Lihat Thabaqat Hanabilah 1/184]
Mereka begitu mudah menyebut orang lain sebagai kafir, musyrik, ahli bid’ah dsb. Padahal tuduhan itu tidaklah benar. Misalnya mereka menganggap bahwa bertawassul dengan Nabi adalah syirik, dan pelakunya adalah musyrik. Padahal Nabi telah melakukannya dan mengajarkannya. Maka jelaslah bahwa yang telah keluar dari Islam itu adalah mereka sendiri. Mereka keluar dari Islam tanpa mereka sadari. Karena mereka tak menyadarinya dan bahkan mereka merasa sebagai ahlit tauhid, maka sulitlah bagi mereka untuk kembali kepada Islam sebagaimana sukarnya anak panah yang telah lepas dari busurnya dan menembus binatang buruan itu kembali lagi ke busurnya. Karena anak panah yang telah menembus binatang buruan, rasanya tak mungkin dipakai lagi. Artinya, tak mungkin anak panah itu kembali ke busurnya semula.
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la`nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. [QS. Al-Baqarah: 89]
Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang Yahudi sebelum Nabi Muhammad lahir, yang mereka bertawassul dengan Nabi akhir zaman agar dimenangkan terhadap orang-orang kafir. Akan tetapi ketika Nabi tersebut telah dibangkitkan, mereka ingkar kepadanya. Kemudian tersebut dalam kitab hadits:
Bahwasanya Nabi SAAW pernah berdo’a dengan mengatakan, “Dengan haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum aku.” [HR. Imam Thabrani]
“Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 37)
“Kalimat” yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku, tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki arsy tertulis ‘Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]
Di antara kekeliruan mereka adalah mereka menolak untuk bermadzhab. Tetapi lucunya, mereka sangat mengikuti pendapat guru mereka. Mereka beranggapan bahwa mujtahid muthlaq seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah itu bisa salah dan bisa benar. Namun, terhadap perkataan guru mereka, mereka begitu patuh. Padahal ilmu guru mereka itu jauh di bawah para mujtahid muthlaq. Bahkan sebagai muwazzin pun, mereka belum pantas.
Di antara kejahilan mereka adalah menolak qiyas dan ta’wil. Mereka beralasan bahwa Islam ini sudah sempurna. Memang benar bahwa Islam ini sudah sempurna. Tak satu pun peristiwa lewat tanpa keterangan hukum, baik secara tekstual maupun isyarat dan analogi.
Misalnya mengenai melafazhkan niat sholat. Mereka beranggapan bahwa ketika berqurban, Nabi memang melafazhkan niat, tetapi Nabi tidak melakukannya ketika akan shalat. Maka melafazhkan niat sholat ini, menurut mereka, tak ada contohnya dari Nabi. Padahal jika digunakan qiyas, maka dapatlah kita temukan bahwa niat qurban dan niat sholat itu sama-sama di hati, Ketika niat qurban itu boleh dilafazhkan, maka nait sholat pun boleh dilafazhkan. Begitu pula untuk ibadah-ibadah lainnya seperti berwudhu, puasa, dsb.Namun mereka menolak qiyas dan menganggap bahwa melafazhkan niat sholat itu bid’ah dholalah.
Mereka juga menolak ta’wil terhadap hadits dan ayat-ayat mutasyabihat. Bukan enggan melakukan ta’wil, tetapi menolak ta’wil. Enggan melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat biasanya adalah sikap orang-orang yang mengetahui bahaw ayat-ayat mutasyabihat memang mempunyai ta’wil, namun mereka tidak ingin menta’wil sembarangan demi berhati-hati. Sedangkan menolak ta’wil adalah sikap mereka yang menganggap ayat-ayat mutasyabihat sebagai ayat muhkamat yang tidak mempunyai ta’wil.
Misalnya mereka beri’tiqad bahwa Allah mengambil tempat dengan berdasar pada ayat: “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.”
Mahasuci Allah dari yang mereka sifatkan. Allah berbeda dengan makhluq-Nya. Ta’wil dari ayat ini adalah Allah menguasai ‘Arsy.
Mereka juga beri’tiqad bahwa Allah mempunyai tangan. Padahal makna tangan Allah bisa berarti kekuasaan Allah, penerimaan Allah, dsb.
Dengan menolak qiyas dan ta’wil, mereka telah menceburkan diri ke dalam pemahaman yang keliru. Mereka begitu mudah memvonis golongan lain sebagai ahlul bid’ah. I’tiqad mereka menjadi mirip dengan i’tiqad orang-orang mujassimah dan musyabbihah. Kekeliruan mereka dalam hal aqidah dan mudahnya mereka menuduh kafir dan musyrik kepada ummat Islam telah mengeluarkan mereka dari Islam tanpa mereka sadari.
Maka memerangi pemikiran mereka, melindungi ummat dari syubhat-syubhat (keraguan-keraguan) yang mereka tebarkan adalah ibadah yang besar pahalanya. Dan bersabarlah atas tuduhan-tuduhan mereka. Sesungguhnya pendahulu mereka telah berkata kasar kepada Nabi. Maka jika mereka berkata kasar kepada kita, itu sudah tabi’at mereka. Mereka mudah membunuh dan memerangi ummat Islam dan membiarkan orang-orang non-Muslim.
Di antara pemikiran mereka yang keliru adalah mereka beri’tiqad bahwa orang-orang non-Muslim itu mengakui rububiyah Allah. I’tiqad ini muncul karena kejahilan mereka atas ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits. Jika benar bahwa non-Muslim mengakui rububiyah Allah, lalu mengapa dikabarkan oleh Nabi bahwa non-Muslim itu tak dapat menjawab ketika ditanya, “Man Rabbuka?” di alam qubur?
Di satu sisi, mereka memvonis ummat Islam yang berbeda dengan mereka sebagai musyrik. Di lain sisi, mereka menganggap non-Muslim mengakui rububiyah Allah. Begitulah mereka, mampu membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala hidup. Dan kita telah melihat bahwa pelaku bom di Indonesia, yang menyebabkan ummat Islam juga ikut menjadi korban, adalah berasal dari golongan yang mudah memvonis ummat Islam lainnya sebagai ahlul bid’ah, musyrik dsb.
Semoga Allah melindungi kita dari pemikiran-pemikiran sesat mereka dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang sanggup memerangi syubhat-syubhat yang mereka sebarkan. Semoga Allah memberi kita kejernihan sehingga dapat memahami agama ini dengan benar dan terlindung dari kekeruhan pemikiran sesat mereka. Aamiin
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra katanya: Seorang laki-laki telah datang menemui Rasulullah saw di Ja’ranah setelah kembali dari Peperangan Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak dan Rasulullah saw mengambil darinya untuk dibagikan kepada orang-orang. Laki-laki yang datang itu berkata: “Wahai Muhammad! Kamu hendaklah berlaku adil!” Rasulullah saw bersabda: “Celakalah kamu! Siapa lagi yang lebih berlaku adil jika aku tidak adil? Pasti kamu yang rugi, jika aku tidak berlaku adil.” Umar bin al-Khaththab ra berkata: “Biarkan aku membunuh si munafiq ini, wahai Rasulullah!” Rasulullah saw bersabda: “Aku berlindung kepada Allah dari kata-kata manusia bahawa aku membunuh shahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya membaca al-Quran tetapi tidak melampaui kerongkong mereka (yaitu tidak mengambil manfaat dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekedar membacanya saja). Mereka menyudahi bacaan al-Quran sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. [HR. Bukhari dan Muslim]
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri ra katanya: Ali yang menjadi utusan di Yaman, mengirimkan emas yang belum diproses kepada Rasulullah saw lalu baginda membagikannya kepada empat atau beberapa orang yaitu al-Aqra’ bin Haabis, Uyainah bin Badr al-Fazari, Alqamah bin Ulasah al-Amiri, kemudian kepada seorang dari Bani Kilab yaitu Zaid al-Khair At-Tha’ie, juga kepada seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: “Engkau memberikannya kepada pemimpin-pemimpin Najd, tetapi meninggalkan kami (yaitu tidak memberikannya kepada kami)?” Rasulullah saw bersabda: “Aku melakukannya untuk membujuk hati mereka.” Setelah itu datang seorang laki-laki yang berjanggut tebal dan menonjol rahangnya. Kedua matanya cengkung dan dahinya menonjol keluar. Kepalanya juga botak yaitu seperti dicukur. Dia berkata: “Ittaqullah! Takutlah kepada Allah, wahai Muhammad!” Rasulullah saw bersabda: “Siapa lagi yang lebih taat kepada Allah jika aku mendurhakaiNya? Dia mempercayaiku atas penduduk bumi, dan engkau tidak mempercayaiku?” Lalu laki-laki itu pergi. Seorang di antara shahabat meminta izin untuk membunuh laki-laki tersebut. Ada yang mengatakan bahwa laki-laki yang meminta izin itu adalah Khalid bin al-Walid, tetapi Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di antara kaumku ini, ada orang-orang yang membaca al-Quran tetapi tidak melepasi kerongkong mereka (yaitu tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekadar membacanya saja). Mereka mampu membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala hidup. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan. Jika sekiranya aku menemui mereka, pasti aku bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. [HR. Bukhari dan Muslim]
Hadits Sahl bin Hunaif ra: Diriwayatkan dari Yusair bin Amr katanya: Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif: “Adakah engkau pernah mendengar Nabi saw menceritakan tentang Khawarij?” Sahl menjawab: “Aku mendengarnya sambil menunjuk dengan tangannya ke arah timur. ‘Suatu golongan membaca al-Quran dengan lidah mereka, tetapi tidak sampai ke otak mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan.’” [HR. Bukhari dan Muslim]
Dari hadits-hadits di atas, kita dapat melihat bahwa Nabi telah memberitakan tentang akan munculnya suatu golongan yang kebanyakan mereka adalah kaum muda yang lemah aqal. Mereka berbicara seakan-akan mereka adalah manusia yang terbaik. Mereka membaca al-Qur`an, tetapi tidak memahami maknanya. Mereka keluar dari agama Islam seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Memerangi mereka merupakan ibadah.
Saat ini, kita dapat melihat banyak pula anak-anak muda yang lemah aqalnya yang mengikuti suatu pengajian. Mereka memang rajin berpuasa, rajin shalat, rajin membaca al-Qur`an. Mereka merasa bahwa mereka adalah manusia yang terbaik, yaitu mereka menisbahkan diri mereka kepada salafush shalih, generasi terbaik ummat ini. Padahal banyak dari perbuatan mereka yang sangat menyelisihi perbuatan salafush shalih.
Mereka membaca al-Qur`an dan hadits, tetapi mereka tak paham maksud yang sebenarnya. Mereka berijtihad tanpa kaidah yang benar. Sehingga ketika telah lahir fatwa dari mereka, maka dengan mudahnya mereka menyebut orang yang berbeda pendapat dengan mereka sebagai ahlul bid’ah, musyrik, dan kafir.
Diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari ra katanya: Beliau mendengar Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang memanggil seseorang dengan kafir atau menyatakan musuh Allah, padahal sebenarnya tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali kepada dirinya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Imam Ahmad ibnu Hanbal menjelaskan bahwa termasuk musuh Allah itu adalah ahlul bid’ah. Imam Ahmad ibnu Hanbal berkata: “Kuburan ahli Sunnah pelaku dosa besar bagaikan taman sedangkan kubur ahli bid’ah biarpun ahli zuhud adalah jurang neraka!. Orang fasiq di kalangan ahli Sunnah termasuk wali-wali Allah sedang orang-orang zuhud dari kalangan ahli bid’ah adalah musuh-musuh Allah!” [Lihat Thabaqat Hanabilah 1/184]
Mereka begitu mudah menyebut orang lain sebagai kafir, musyrik, ahli bid’ah dsb. Padahal tuduhan itu tidaklah benar. Misalnya mereka menganggap bahwa bertawassul dengan Nabi adalah syirik, dan pelakunya adalah musyrik. Padahal Nabi telah melakukannya dan mengajarkannya. Maka jelaslah bahwa yang telah keluar dari Islam itu adalah mereka sendiri. Mereka keluar dari Islam tanpa mereka sadari. Karena mereka tak menyadarinya dan bahkan mereka merasa sebagai ahlit tauhid, maka sulitlah bagi mereka untuk kembali kepada Islam sebagaimana sukarnya anak panah yang telah lepas dari busurnya dan menembus binatang buruan itu kembali lagi ke busurnya. Karena anak panah yang telah menembus binatang buruan, rasanya tak mungkin dipakai lagi. Artinya, tak mungkin anak panah itu kembali ke busurnya semula.
Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la`nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. [QS. Al-Baqarah: 89]
Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang Yahudi sebelum Nabi Muhammad lahir, yang mereka bertawassul dengan Nabi akhir zaman agar dimenangkan terhadap orang-orang kafir. Akan tetapi ketika Nabi tersebut telah dibangkitkan, mereka ingkar kepadanya. Kemudian tersebut dalam kitab hadits:
Bahwasanya Nabi SAAW pernah berdo’a dengan mengatakan, “Dengan haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum aku.” [HR. Imam Thabrani]
“Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 37)
“Kalimat” yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku, tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki arsy tertulis ‘Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]
Di antara kekeliruan mereka adalah mereka menolak untuk bermadzhab. Tetapi lucunya, mereka sangat mengikuti pendapat guru mereka. Mereka beranggapan bahwa mujtahid muthlaq seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah itu bisa salah dan bisa benar. Namun, terhadap perkataan guru mereka, mereka begitu patuh. Padahal ilmu guru mereka itu jauh di bawah para mujtahid muthlaq. Bahkan sebagai muwazzin pun, mereka belum pantas.
Di antara kejahilan mereka adalah menolak qiyas dan ta’wil. Mereka beralasan bahwa Islam ini sudah sempurna. Memang benar bahwa Islam ini sudah sempurna. Tak satu pun peristiwa lewat tanpa keterangan hukum, baik secara tekstual maupun isyarat dan analogi.
Misalnya mengenai melafazhkan niat sholat. Mereka beranggapan bahwa ketika berqurban, Nabi memang melafazhkan niat, tetapi Nabi tidak melakukannya ketika akan shalat. Maka melafazhkan niat sholat ini, menurut mereka, tak ada contohnya dari Nabi. Padahal jika digunakan qiyas, maka dapatlah kita temukan bahwa niat qurban dan niat sholat itu sama-sama di hati, Ketika niat qurban itu boleh dilafazhkan, maka nait sholat pun boleh dilafazhkan. Begitu pula untuk ibadah-ibadah lainnya seperti berwudhu, puasa, dsb.Namun mereka menolak qiyas dan menganggap bahwa melafazhkan niat sholat itu bid’ah dholalah.
Mereka juga menolak ta’wil terhadap hadits dan ayat-ayat mutasyabihat. Bukan enggan melakukan ta’wil, tetapi menolak ta’wil. Enggan melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat biasanya adalah sikap orang-orang yang mengetahui bahaw ayat-ayat mutasyabihat memang mempunyai ta’wil, namun mereka tidak ingin menta’wil sembarangan demi berhati-hati. Sedangkan menolak ta’wil adalah sikap mereka yang menganggap ayat-ayat mutasyabihat sebagai ayat muhkamat yang tidak mempunyai ta’wil.
Misalnya mereka beri’tiqad bahwa Allah mengambil tempat dengan berdasar pada ayat: “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.”
Mahasuci Allah dari yang mereka sifatkan. Allah berbeda dengan makhluq-Nya. Ta’wil dari ayat ini adalah Allah menguasai ‘Arsy.
Mereka juga beri’tiqad bahwa Allah mempunyai tangan. Padahal makna tangan Allah bisa berarti kekuasaan Allah, penerimaan Allah, dsb.
Dengan menolak qiyas dan ta’wil, mereka telah menceburkan diri ke dalam pemahaman yang keliru. Mereka begitu mudah memvonis golongan lain sebagai ahlul bid’ah. I’tiqad mereka menjadi mirip dengan i’tiqad orang-orang mujassimah dan musyabbihah. Kekeliruan mereka dalam hal aqidah dan mudahnya mereka menuduh kafir dan musyrik kepada ummat Islam telah mengeluarkan mereka dari Islam tanpa mereka sadari.
Maka memerangi pemikiran mereka, melindungi ummat dari syubhat-syubhat (keraguan-keraguan) yang mereka tebarkan adalah ibadah yang besar pahalanya. Dan bersabarlah atas tuduhan-tuduhan mereka. Sesungguhnya pendahulu mereka telah berkata kasar kepada Nabi. Maka jika mereka berkata kasar kepada kita, itu sudah tabi’at mereka. Mereka mudah membunuh dan memerangi ummat Islam dan membiarkan orang-orang non-Muslim.
Di antara pemikiran mereka yang keliru adalah mereka beri’tiqad bahwa orang-orang non-Muslim itu mengakui rububiyah Allah. I’tiqad ini muncul karena kejahilan mereka atas ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits. Jika benar bahwa non-Muslim mengakui rububiyah Allah, lalu mengapa dikabarkan oleh Nabi bahwa non-Muslim itu tak dapat menjawab ketika ditanya, “Man Rabbuka?” di alam qubur?
Di satu sisi, mereka memvonis ummat Islam yang berbeda dengan mereka sebagai musyrik. Di lain sisi, mereka menganggap non-Muslim mengakui rububiyah Allah. Begitulah mereka, mampu membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala hidup. Dan kita telah melihat bahwa pelaku bom di Indonesia, yang menyebabkan ummat Islam juga ikut menjadi korban, adalah berasal dari golongan yang mudah memvonis ummat Islam lainnya sebagai ahlul bid’ah, musyrik dsb.
Semoga Allah melindungi kita dari pemikiran-pemikiran sesat mereka dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang sanggup memerangi syubhat-syubhat yang mereka sebarkan. Semoga Allah memberi kita kejernihan sehingga dapat memahami agama ini dengan benar dan terlindung dari kekeruhan pemikiran sesat mereka. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar